Made Warka
Dosen Universitas 17 Agustus
1945 Surabaya
Pernah muat di Jurnal Ilmiah
Hukum
ISSN : 0854-6509, Nomor 2 Vol.
15
Abstract
Capital invesment in the developing
country is an important factor towards the national development process. The
insignificant improvement of capital investment is not a negative factor, but
it is very important to improve a prima service that means the autonomy of
district government should not only increase the District Income (Pendapatan
Ash DaerahlPAD) but should attract the inverstor to invest their capital.
Community income will increase becouase it will open the job opportunity highly
so that wellfare commnuity will be better and that condition is very relevant
with the state purpose mentioned on The Indonesia Contitutions UUD Year 1945.
Key
word: capita investement, Rutonomy of district district
government, state purpose.
Penanaman modal dalam suatu negara berkembang, mempunyai
peran yang sangat penting untuk penyelenggaraan pembangunan nasional. Kenaikan
penanaman modal yang tidak signifikan, tidak dijadikan putus semangat, tetapi
tetap meningkatkan pelayanan secara prima, artinya pemerintah tidak hanya
dituntut peningkatan Pendapat Asli Daerah (PAD) tetapi memberikan bentuk
insentif yang bermanfaat bagi investor. sehingga investor tertarik untuk
berinvestasi secara berkesinambungan. Pendapatan masyarakat meningkat terkait
dengan kesempatan kerja yang lebih luas, maka kesejahteraan masyarakat akan
lebih baik dan ini sesuai dengan amanat Undang Undang Dasar 1945.
Kata Kunci: penanaman modal, otonomi
daerah, tujuan negara.
Pendahuluan
Penanaman modal merupakan suatu
upaya mengelola uang dengan cara
menyisihkan sebagian dari uang tersebut untuk ditanam pada bidang-bidang tertentu dengan harapan
mendapat keuntungan di masa datang. Disamping
itu Investasi merupakan suatu
penggunaan proses penguatan perekonomian negara, karena
itu dalam
rangka kebijakan ekonominnya beberapa negara berusaha keras un meningkatkan investasinya.
Salah satu meningkatkan investasi yang diharapkan adalah investasi asing serta
investasi dalam negeri. Para investor yang di undang ke suatu negara diharapkan
dapat membawa langsung dana segar dengan harapan
agar modal yang masuk tersebut dapat
menggerakkan roda perusahaan/industri yang pada gilirannya dapat menggerakkan
perekonomian suatu negara.
Keberadaan penanaman modal di suatu Negara terkait
dengan tuntutan untuk menyelenggarakan pembangunan nasional di negara tersebut.
Umumnya kesulitan yang dihadapi dalam menyelenggarakan pembangunan nasional
yang menitikberatkan pada pembangunan ekonomi meliputi kekurangan modal, kemampuan
dalam hal teknologi, ilmu pengetahuan, pengalaman dan keterampilan. Hambatan tersebut
bersifat multidimen sional yang memerlukan sumber pembiayaan dan sumberdaya
yang cukup besar, baik yang bersumber dari dalam negeri maupun dari luar negeri.
Penanaman modal di Indonesia pada dasarnya merujuk
pada ketentuan pasal 33 Undang Dasar 1945. Esensialisasi pra pasa1 33 Undang
Undang Dasar 1945 adalah perekonomi an Indonesia yang berorientasi pada ekonomi
kerakyatan. Hal itu merupakan penuangan yuridis konstitusional dari amanat
yang dikandung di dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, yaitu mewujudkan
kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Guna
meningkatkan pendapatan perkapita, dalam arti meningkatkan kegiatan ekonomi
dan taraf kesejahteraan masyarakat, salah satu sumber pembiayaan sumberdaya
yang dapat dimanfaatkan bagi kepentingan pembangunan nasional tersebut adalah
penanaman modal yang terselenggara melalui berbagai bentuk penanaman modal baik
domestik maupun asing.
Dengan memanfaatkan penanaman secara optimal akan
dapat diupayakan keuntungan maksimal, sehingga pada gilirannya
akan mampu melakukan pemupukan modal, memiliki peralatan modal, pengalaman,
keterampilan secara mandiri. Pembangunan ekonomi mempunyai arti pengolahan
kekuatan ekonomi potensial menjadi kekuatan ekonomi riel melalui penanaman
modal, penggunaan teknologi serta melalui penambahan kemampuan berorganisasi
dan manajemen. Maka selama Indonesia belum memiliki sendiri faktor-faktor
tersebut, dapat dimanfaatkan potensipotensi modal asing, teknologi dan
keahlian dari luar negeri sepanjang tidak mengakibatkan ketergantungan yang
terus-menerus serta tidak merugikan kepentingan nasional.[1]
Menyadari
pentingnya penanaman modal bagi pembangunan nasional, sejak tanggal 10 Januari
1967, Indonesia atas kebijakannya penanaman modal (investasi) ditegaskan dengan
diberlakukan Undang Undang Nomor 1 Tahun 1967 L.N. 1967 Nomor 1, TLN-2818
diubah dan di tambah dengan Undang Undang Nomor 11 Tahun 1970 L.N. 1970 Nomor
46 TLN. 2943 tentang Undang Undang Penanaman Modal Asing (UUPMA) dan Undang Undang
Nomor 6 Tahun 1968 L.N.1968 Nomor 33, TT.N 2853 diubah dan ditambah Undang Undang Nomor 12 tahun 1970 L.N. 1970 Nomor 47,
TLN, 2944, tentang Undang Undang Penanaman Modal Dalam Negeri/ UUPMDN). Maksud undang-undang
tersebut memberikan ruang lingkup yang lebih luas, juga digunakan sebagai
landasan yuridis bagi kebiasaan penanaman modal di Indonesia, baik oleh
Pemerintah di dalam mengambil kebijakan, maupun oleh pelaku kegiatan investasi.
Investasi yang berdasar jenisnya ada investasi
langsung (direct investment) dimaksudkan
investor menanamkan uang secara langsung dalam jenis bidang usaha tertentu
seperti mendirikan pabrik, mendirikan Bank, mendirikan Toko, mendirikan Kios
kecil termasuk juga membeli tanah, sedangkan investasi secara tidak langsung (indirect investment) dimaksudkan
investor menanamkan uang secara tidak langsung melalui suatu jenis usaha
tertentu seperti membeli saham, obligasi, menanam uang pada deposito di Bank,
dan sebagainya.
Hasil dan Pembahasan
Keberadaan
penanaman modal di suatu negara terkait dengan adanya tuntutan untuk
menyelenggarakan pembangunan nasional di suatu Negara, umumnya kesulitan yang
dihadapi dalam menyelenggarakan pembangunan nasional yang menitik beratkan
pada pembangunan ekonomi meliputi kekurangan modal, kemampuan dalam hal
teknologi, ilmu pengetahuan, pengalaman dan keterampilan. Hambatan tersebut
umumnya dialami oleh Negara berkembang, sebab setiap pembangunan nasional
senantiasa bersifat multidimensional yang memerlukan sumber pembiayaan dan
sumberdaya yang cukup besar, baik yang bersumber dari dalam maupun dari luar
negeri.
Berbagai upaya
telah dilakukan untuk mendorong penanaman modal baik yang berasal dari dalam
maupun luar negeri, dengan melalui penyederhanaan prosedur investasi,
desentralisasi beberapa kewenangan penanaman modal, serta peninjauan daftar
negatif investasi secara berkala.
Program ini bertujuan untuk
meningkatkan jumlah dan nilai investasi secara signifikan. Sasarannya adalah
terciptanya sistem pelayanan investasi yang efisien dan efektif dan terciptanya
kepastian hukum, iklim investasi yang konduksif. Dalam kaitan itu, kegiatan
pokok yang dilakukan dalam meningkatkan jumlah dan nilai penanaman modal
sebagai berikut: Menyempurnakan perangkap hukum yang lebih kondusif terhadap
peningkatan investasi antara lain deregulasi peraturan penanaman modal, termasuk
penyempurnaan sistem insentif, desentralisasi kewenangan perizinan investasi, dan penyempurnaan Undang
- undang Penanaman Modal, melakukan daftar negatif investasi secara berkala sesuai
dengan perkembangan keadaan, menguatkan kelembagaan dan profesionalisme
aparatnya baik di pusat maupun di daerah agar menjamin pelayanan yang efisien
kepada penanaman modal, termasuk membentuk sistem pemantauan untuk mengidentifi
kasikan praktik-praktik yang meng hambat investasi dan meningkatkan kepekaan
terhadap berbagai keluhan masyarakat, meningkatkan promosi investasi di dalam
dan di luar negeri, meningkatkan aliansi strategis dengan berbagai mitra ekonomi
secara saling menguntungkan, Meningkatkan negosiasi dan kerja sama ekonomi bilateral
dan multilateral.
Dalam realita
saat ini, masih terdapat beberapa kelemahan antara lain pemberian insentif bagi
kegiatan investasi masih kurang konsiten dan transparan, masih rumitnya sistem
perijinan usaha yang pada gilirannya akan menciptakan ekonomi biaya tinggi.
Kegiatan penanaman modal merupakan
kegiatan yang berorientasi mencari keuntungan ("Profit oriented'), maka diberikan beberapa insentif di
bidang perpajakan yang akan sangat membantu menyehatkan "cash flow" serta mengurangi secara substansi biaya produksi ("production cost") yang pada akhirnya akan mampu
meningkatkan "profit
margin" dari
suatu kegiatan penanaman modal.
Di samping
insentif sebagai sumber pendapatan, terdapat bentuk-bentuk insentif non pajak
antara lain:
Diberikannya
jaminan terhadap tindakan nasionalisasi, jaminan investasi atas terjadinya
peristiwa-peristiwa tertentu, telah diratifikasinya konvensi Peyelesaian
sengketa investasi oleh Indonesia termasuk pengakuan atas wewenang ICSID dalam
menyelesaikan sengketa investasi, adanya mekanisme penyelesaian sengketa
melalui arbitrase pada BANI dan alternatif penyelesaian sengketa lainnya
sesuai dengan Undang Undang Nomor 30 Tahun 1999, tersedianya kawasan-kawasan
industri (industrial estates), adanya
kawasan berikat, adanya Entreport Produksi Tujuan Ekspor (EPTE) beserta segenap
fasilitasnya, adanya fasitlitas kredit ekspor dan asuransi ekspor, adanpa
berbagai insentif di bidang ekspor, adanya draw
back facilities, perpanjangan Hak Guna Usaha (HGU), Kemudahan penggunaan
tenaga ahli asing.
Adapun fasilitas yang ada ternyata masih mengalami
hambatan yang dapat nengancam pertambahan investor dalam satu usaha yang
sama, sehingga dalam mencapai tujuan nasional terancam atau tidak mencapai
sasarannya.
Berbagai upaya
yang dilakukan tersebut ternyata masih terdapat beberapa kelemahan yang sangat
perlu disempurnakan. Untuk penyempurnaan itu perlu diketahui berbagai
permasalahan transnasional dalam penanaman modal asing di Indonesia.
Penanaman modal langsung seringkali dikaitkan dengan
keterlibatan pemilik modal secara langsung dalam kegiatan pengelolaan modal
asing, maka penanaman modal langsung diartikan sebagai:
“foreign direct Foreign
Invesment is Contribution Coming From abroad, owned by foreign individuals of
concern to the capital of an enterprise must be freely concertible currencies,
industrial plants, machinery or equipment with the right to re-export their
value and to remit profit abroard. Also concidered direct foreign invesment
are those invesments in local curcercy ariginating from recources which have
the right to be remittet abroad”[2]
Pengaturan
tentang penanaman modal di Indonesia baik melalui undang-undang maupun
peraturan lainnya yang telah berlangsung lebih dari 32 (tiga puluh dua) tahun
lamanya. Namun dengan perjalanan waktu, maka terjadi perkembangan sehingga
meninggalkan berbagai peraturan-peraturan yang tadinya ada dimaksudkan dapat
mengatur berbagai peristiwa dan hubunganhubungan kegiatan ekonomi dalam masyarakat.
Untuk menanggulangi keadaan tersebut maka, pemerintah berupaya mengatasi dan mengajar
ketinggalan dengan memperhatikan, apa yang menjadi unsur penting dalam kegiatan
penanaman modal dimana:
- Adanya motif untuk meningkatkan atau setidak-tidaknya mempertahan kan nilai (modal) nya;
- Bahwa modal tersebut tidak hanya mencakup hal-hal yang bersifat kasat mata dan dapat diraba (tangible), tetapi juga mencakup sesuatu yang bersifat tidak kasat mata dan tidak dapat diraba (intangible).
Dalam penulisan ini memakai metode yuridis normatif,
karena yang menjadi sumber bahan hukum adalah peraturan perundang-undangan yang
berkaitan dengan penelitian ini serta buku-buku, dan sumber lainnya yang
relefan.
Pelaksanaan pembangunan
ekonomi diarahkan berdasarkan kemampuan diri
sendiri di samping memanfaatkan sumber lainnya sebagai unsur pendukung.
Persoalan yang sering muncul adalah terbatasnya sumber dana di dalam negeri.
Pembangunan
ekonomi memang diakui membutuhkan sumber daya alam yang banyak, tenaga terampil
yang cukup, managemen yang baik, stabilitas yang mantap dan lain-lain faktor.
Persoalan utama terletak pada kebutuhan akan sumber modal untuk investasi,
karena baik pemerintah maupun swasta membutuhkannya untuk membiayai
proyek-proyek pembangun an yang dilaksanakan dengan cara mengimpor baik tenaga
keahlian, managemen dan teknologi, serta jasa, barang maupun peralatan.[3]
Pelaksanaan
pembangunan seperti diketahui memerlukan modal dalam jumlah yang cukup besar
dan tersedia waktu yang tepat. Modal dapat disediakan oleh pemerintah dan oleh
masyarakat luas, khususnya dunia usaha swasta. Keadaan yang ideal, dari segi
nasionalisme adalah apabila kebutuhan akan modal tersebut sepenuhnya dapat
disediakan oleh kemampuan modal dalam negeri sendiri, apakah itu oleh
pemerintah atau dunia usaha swasta dalam negeri. Namun dalam kenyataannya
tidaklah demikian karena pada umumnya Negara-negara berkembang dalam hal persediaan modal yang
cukup untuk melaksanakan pembangunan secara
menyeluruh mengalami berbagai kesulitan yang disebabkan oleh berbagai faktor
antara lain, tingkat tabungan (saving) masyarakat
masih rendah, akumulasi modal yang belum efektif dan efisien, ketrampilan
(skill) y belum memadai serta tingkat teknologi yang belum modem.
Wilayah Jawa Timur yang luas penduduk tergolong padat,
maka Pemerintah Jawa Timur bersama pemerintah Kabupaten/Kota untuk menggali potensi
alam yang dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat. Dengan ini memunculkan suatu
informasi potensi ekonomi dan sarana dan prasarana peluang investasi secara
langsung, sehingga bagi pelaku bisnis dapat dimanfaatkan peluang-peluang tersebut
khususnya, kepada bagi para calon investor yang berinvestasi.
Perkembangan penanaman modal negeri ini dipengaruhi
oleh faktor intern maupun ekstern di samping faktor-faktor lainnya, maka disini
dapat diketahui perkembangan proyek Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman M
Dalam Negeri (PMDN) tahun 2000 sampai dengan tahun 2005 di Jawa Timur di dalam
tabel tersebut di bawah.
Dengan perkembangan proyek Penanaman Modal Asing (PMA)
Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) di Jawa Timur tahun 2000 sampai dengan
tahun 2005, sangatlah tidak menguntungkan bagi pemerintah setempat, ini akan
berdampak besar dalam pembangunan dalam bidang politik, ekonomi, sosial, budaya
dan bidang pertahanan dan keamanan.
Keadaan pengangguran tenaga kerja kita sudah pada
tahap yang sangat mengkhawatirkan, belum lagi pertambahan
angkatan kerja baru yang terus meningkat. Pengangguran terbuka di Jawa Timur
pada saat ini telah mencapai lebih dari 1.001.170 jiwa, sementara pertambahan
angkatan kerja baru 16.679.068 jiwa orang pertahun dan ini akan lebih
meningkat setelah kenaikan BBM mulai 1 Oktober 2005 yang sangat berdampak pada
kalangan industri. Semakin membengkaknya jumlah pengangguran ini tentu akan
menjadi masalah besar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara apabila tidak
segera dapat diatasi.
Dalam
kenyataan terjadi dalam tahun 2004, pertumbuhan ekonomi Jawa Timur hanya
tercapai 4,8 °Io, jadi pertumbuhan ekonomi tersebut jelas belum mampu mengatasi
masalah pengangguran yang ada. Dan pada saat ini upaya untuk menarik investasi
tentu tidak mudah. Terlebih apabila mencermati berbagai indikator dari lembaga
rating dunia yang senantiasa menempatkan Indonesia pada posisi daya saing yang
jauh di belakang, dibandingkan dengan negara-negara pesaing seperti Malaysia,
China, Singapura dan Thailand.
Tabel 1
Perkembangan Proyek PMA di
Jawa Timur
Tahun 2000 s/d 2005
TAHUN
|
PROYEK
|
INVESTASI (Ribu US $)
|
TENAGA KERJA
|
|
IND.
(Orang)
|
ASING
(Orang)
|
|||
2000
2001
2002
2003
2004
Januari-Juni 2005
|
59
57
56
67
65
26
|
318,468
1,596,479
108,693
456,659
357,770
123,837
|
18,048
6,746
6,328
16,717
17,236
2,563
|
226
286
261
390
339
69
|
JUMLAH
|
964
|
33,795,878
|
338,812
|
8,500
|
Tabel 2
Perkembangan Proyek PMA di
Jawa Timur
Tahun 2000 s/d 2005
TAHUN
|
PROYEK
|
INVESTASI (Ribu US $)
|
TENAGA KERJA
|
|
IND.
(Orang)
|
ASING
(Orang)
|
|||
2000
2001
2002
2003
2004
Januari-Juni 2005
|
59
57
56
67
65
26
|
318,468
1,596,479
108,693
456,659
357,770
123,837
|
18,048
6,746
6,328
16,717
17,236
2,563
|
226
286
261
390
339
69
|
JUMLAH
|
964
|
33,795,878
|
338,812
|
8,500
|
Situasi politik dan keamanan di negara kita ini, dan
dengan otonomi daerah diperlakukan maka lebih terkesan adanya birokrasi yang
berkepanjangan, dan ini berarti seorang investor akan mengeluarkan biaya yang
cukup besar, dan ini bisa terjadi pungutan-pungutan sebelum dan sesudah
beroperasi.
Namun demikian Pemerintah Pusat mauoun Pemerintah Kabupaten/
Kota, tidak henti-hentinya berusaha dan berupaya supaya investor yang semula
tidak mau menanamkan modalnya kemudian terbalik menjadi investor yang
kondusif.
Upaya pemerintah pusat menarik investor menanamkan
modal di daerah dengan melakukan perubahan-perubahan di berbagai peraturan
perundang-undangan penanaman modal sebagai berikut:
Menetapkan
pokok-pokok kebijakan baru di bidang penana man modal yaitu:
- Penerapan sistim pelayanan satu atap di BKPM sebagaimana amanat Tap MPRS No.X/MPPR/ 2000
- Pembentukan Task Force atau gugus tugas secara insentif untuk mengadvokasi dan membantu pemecahan masalah investasi
- Pembentukan tim nasional perlindungan investasi yang bersifat lintas Menteri bahkan lintas Menko yang akan diketuai oleh Presiden
- Pencanangan tahun investasi Indonesia 2003 pada tanggal 27 Pebruari 2003 oleh Presiden di Jakarta, dan kemudian diikuti oleh pemimpin berikutnya.
- Tujuannya untuk meningkatkan kesadaran seluruh masyarakat dan komponen bangsa tentang arti pentingnya investasi bagi pemulihan ekonomi dan menciptaan lapangan kerja. Peningkatan efektifitas promosi dan diplomasi kerjasama investasi luar negeri.
- Peningkatan efektifitas promosi dan diplomasi kerjasama investasi luar negeri.
Melakukan reformasi kebijakan penanaman modal
- Memperlonggar ketentuan dan persyaratan dan bukan justru untuk. memperketat
- Memberikan transparansi dan kepastian hukum
- Menyederhanakan prosedur
- Memberikan perlindungan atau jaminan investasi
- Menghapus segala ketentuan dan persyaratan yang menghambat investasi.
Dalam menciptakan investasi yang kondusif perlu adanya
tahapan-tahapan dalam upaya pemerintah daerah dalam rangka menarik investasi
baik penanam modal asing maupun penanaman modal dalam negeri di daerah adalah
sebagai berikut:
- Menggali dan mengidentifikasi untuk menentukan potensi unggulan daerah yang bisa ditawarkan pada investor,
- Melakukan promosi atau road show ataupun publikasi lain pada industri, terutama investor asing;
- Menetapkan kebijakan pemerintah daerah dan pengaturan hukum yang mendukung penciptaan iklim investasi yang kondusif bagi investor;
- Melakukan penyesuaian kebijakan pemerintah daerah dan pengaturan hukum yang tidak sesuai dengan ketentuan penanaman modal baik internasional ataupun nasional;
- Mempersiapkan peningkatan sumber daya manusia, aparat pemerintah daerah dalam memberikan pelayanan yang baik dengan investor,
- Mendukung partisifasi aktif masyarakat atau publik pada aktifitas dan pengawasan kegiatan penanaman modal;
- Perbaikan dan peningkatan sarana dan prasarana pendukung bagi kelancaran modal;
- Perbaikan pelayanan perizinan bagi penanaman modal secara sederhana, cepat, mudah, murah, dan memuaskan;
- Mengupayakan keamanan, kenyamanan, ketertiban lingkungan agar tercipta iklim murah dan memuaskan; dan
- Mendukung pemberian fasilitas untuk peningkatan sumber daya masyarakat agar dapat menduduki jabatan strategis dan terjadi alih teknologi.
Bahwa dalam
menciptakan iklim investasi yang kondusif maka pemerintah daerah ikut mengambil
bagian sehingga, investor menanamkan modalnya di daerah sebagai berikut:
- Pemetaan tentang wilayah yang akan dikembangkan berdasarkan potensi sumber daya yang dimilild sesuai dengan Program Pembangunan Daerah (PROPEDA).
- Identifikasi berbagai peluang usaha yang memilila keunggulan kom-paratif dan kompetitif sesuai dengan potensi Sumber Daya Alam yang dimiliki untuk kemudian dituangkan dalam bentuk profil-profil proyek peluang investasi yang menarik, sebagai bahan promosi.
- Meningkatkan efektifitas pelaksanaan kegiatan promosi investasi, dengan dan menyelenggarakan/ mengikuti seminar/pameran investasi
- Melakukan deregulasi untuk menghapuskan hambatan-hambatan dalam kegiatan investasi/usaha, bahkan jika mungkin memberikan fasilitas atau insentif tambahan dan kemudahan lain kepada investor.
- Mengkondisikan masyarakat terutama yang berada di lingkungan lokasi-lokasi proyek penanaman modal untuk menghindarkan terjadinya konflik kepentingan antara masyarakat dengan investor
- Memberikan pelayanan prima, cepat, mudah, murah, transparan dan memiliki akuntabilitas dengan prinsip pelayanan satu atap
- Meningkatkan/membangun sarana dan prasarana fisik yang diperlukan untuk menjamin kelancaran usahausaha di daerah
- Secara proaktif membantu memecahkan masalah yang dihadapi investor dalam melaksanakan proyeknya
- Mengembangkan kemampuan dan kualitas sumber daya manusia (SDM) daerah baik aparatur daerah maupun pelaku bisnis
- Meningkatkan koordinasi dan sinkronisasi antar daerah Kabupaten/Kota dan dengan/atau antar Propinsi atau dengan Pusat serta antar badan/dinas di daerah dalam rangka mempermudah pelayanan investasi
- Bersenergi antara Pusat, Propinsi, Kabupaten/Kota dalam memanfaatkan system informasi Investasi yang terpadu untuk menunjang kemauan dalam menarik investasi
- Merintis dan melaksanakan pemerintahan dengan prinsip goodmance yang memiliki tingkat akuntabilitas yang tinggi;
Adapun langkah-langkah yang penting bisa dilakukan
adalah menciptakan kondisi yang tertib dan aman, menjamin kepastian hukum,
menyederhanakan birokrasi prosedur perijinan, memberikan insentif bagi
industri yang mampu menyerap tenaga kerja, ramah lingkungan, yang mampu
bermitra dengan industri kecil, yang mampu mengembangkan ekspor komoditi
unggulan dan sebagainya. Hal tersebut segera dilakukan, dimana melakukan segala
persiapan berkaitan dengan penggalian dan pengindentifi kasikan potensi daerah,
menyusun rencana dan strategi yang jelas sehingga tujuan dan sasaran pemerintah
daerah untuk meningkatkan penanaman modal di daerah secara maksimal dapat
tercapai.
Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 29 Tahun 2004
tentang penyelenggaraan penanaman modal, dalam rangka penanaman modal asing
dan penanaman modal dalam negeri melalui system pelayanan satu atap, merupakan
suatu terobosan dalam menarik investor sebanyak-banyaknya.
Dalam pelayanan
persetujuan, perizinan dan fasilitas
penanaman modal sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 huruf c dalam rangka penanaman
modal asing (PMA) dan penanaman modal dalam negeri (PMDN) dilaksanakan oleh
badan koordinasi penanaman modal (BKPM), berdasarkan pelimpahan kewenangan dari
Menteri/ Kepala Lembaga Pemerintah Non Deparfemen yang membina bidang-bidang
usaha penanaman modal yang bersangkutan melalui system pelayanan satu atap.[4]
Sistem pelayanan satu atap dimaksudkan suatu sistim
pelayanan pemberian persetujuan penanaman modal dan perizinan pelaksanaannya
pada suatu instansi Pemerintah yang bertanggung jawab di bidang penanaman
modal.
Melihat kewenangan dari Badan Koordinasi Penanaman
Modal (BKPM) lebih dipertegas dalam pasa14 yang menyatakan bahwa
GubernurBupati/ Walikota sesuai dengan kewenangan nya dapat melimpahkan kewenangan
pelayanan, persetujuan, perizinan dan fasilitas penanaman modal sebagaimana
dimaksud dalam pasal 2 huruf c kepada BKPM melalui sistem pelayanan satu atap.
Persetujuan
penanaman modal adalah persetujuan yang diberikan dalam rangka pelaksanaan
penanaman modal yang berlaku pula sebagai persetujuan prinsip, fasilitas fiskal
dan persetujuan prinsip/izin usaha sementara sampai dengan memperoleh izin
usaha tetap. Kemudian ada perizinan pelaksanaan persetujuan penanaman modal
merupakan izin-izin yang diperlukan untuk pelaksanaan lebih lanjut atas surat
persetujuan penanaman modal.
Menurut
Erlangga Satriagung,[5] komitmen pemerintah sangat diperlukan untuk meningkatkan
investasi asing di dalam negeri. Masalah keamanan, kemudahan perizinan
merupakan hal-hal yang fumdamental yang sangat diperhatikan oleh investor
asing.
Contoh: Perizinan untuk ekspor komiditi anggrek yang
saat ini bisa memakan waktu hingga dua bulan. Padahal dalam era pasar bebas
ini, kecepatan dan komitmen untuk menyerahkan barang tepat pada waktunya
menjadi sangat penting.
Sementara sistem perizinan di Indonesia yang belum
transparan menyebabkan tidak adanya kejelasan mengenai ketepatan waktu
tersebut. "Jadi harus komprehensif, disusun format baru mengenai sistem
perizinan, jangan hanya tambal sulam seperti sekarang.
Adapun langkah-langkah yang penting dapat dilakukan
adalah menciptakan kondisi yang tertib dan aman, menjamin kepastian hukum.
Penyederhanaan birokrasi, prosedur, perijinan memberikan insentif bagi industri
yang mampu menyerap tenaga kerja, ramah lingkungan, yang mampu liermitra dengan
industri kecil.
|
Peningkatan pelayanan publik dan pengembangan
kreativitas masyarakat serta aparatur pemerintah di daerah;
Kesetaraan hubungan antara pusat dengan pemerintah
daerah dan antar pemerintah daerah dalam kewenangan dan keuangan;
Menjamin peningkatan rasa kebangsaan, demokrasi dan
kesejahteraan masyarakat di daerah, dan menciptakan ruang yang lebih luas bagi
kemandirian daerah.
Dari keempat arahan kebijakan tersebut, sebetulnya
tidak harus ada apa yang disebut dengan tank ulur kewenangan yang diyakini
dilakukan oleh pemerintah pusat. Sentralisme kekuasaan telah menyebabkan bangsa
Indonesia rontok dan terpuruk dalam krisis, yang belum terlihat adanya signyal
positif untuk keluar dari jeratan tersebut. Desentrallisasi kekuasaan merupakan
kebijakan politik yang telah disepakati oleh representasi komponen bangsa.
Setidaknya ada
tiga dampak nyata dari perseteruan pusat-daerah dalam hal distribusi kewenangan
dan kekuasaan dalam proses pelaksanaan otonomi daerah antara lain[7] :
Pertama,
daerah sangat selektif untuk menerima kebijakan pusat, walaupun di
antara
kebijakan tersebut ada yang bagus, artinya, setiap produk pusat awalnya harus
diberikan label "ham dicurigai". Kondisi ini harus diterima dengan lapang
dada oleh Jakarta sebagai akibat alamiah dari "tangantangan"
pemerintah pusat yang selalu merasa benar dalam melakukan intervensi terhadap
pelaksanaan otonomi daerah.
Kedua, daerah hanya butuh dana dari Jakarta, karena
mekanisme dana perimbangan. Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus diatur
oleh APBN selebihnya, daerah akan terus berupaya mempertahankan kewenangan nya.
Walaupun terkadang melampaui yang harus dilakukannya ini wajar, karena mereka
sudah begitu kecewa dan tersinggung. Bayangkan, rasa keadilan yang
ditunggu-tunggu selama hampir empat decade ternyata masih belum kesampaian
juga di era otonomi daerah ini.
Ketiga,
walaupun dalam perebutan kewenangan pusat sering dimenangkan oleh peraturan
perundang-undangan sentralistik, daerah tetap beranggapan bahwa otonomi daerah
itu lokasinya di daerah, bukan di jalan Thamrin dan Jalan Sudirman di kota
metropolitan Jakarta. Jadi, daerah bisa saja beranggapan bahwa biarkan saja
pusat menang secara de jure, tetapi
secara de facto daerah memiliki
kekuasaan yang nyata terhadap wilayahnya. Kondisi ini sebetulnya tidak
produktif bagi peningkatan kesetaraan pusat dan daerah, tapi beginilah fakta
di lapangan, sebagai dampak nyata dari kebijakan sentralistik dalam mengatur
otonomi daerah.
Di tingkat lapangan, masyarakat yang hidup dipinggir
perusahaan-perusahaan raksasa hanya menjadi penonton yang arif melihat
bagaimana sumber daya alamnya dikeruk. Bayangkan, kemiskinan justru lebih
banyak di daerah-daerah yang memiliki sumber daya alam berlimpah, seperti irian
jaya, aceh, dan Kalimantan timur, dan riau. Sekarang ketika giliran otonomi
daerah datang, perusahaan-perusahaan tersebut mengeluhkan berbagai permintaan
daerah yang sebetulnya tidak banyak-banyak (amat besar), untuk ukuran bisnis
skala besar. Baru sekarang mereka minta, itu berarti keuntungan puluhan tahun
beroperasi di wilayah mereka tidak pernah dipertanyakan oleh daerah.
Kasus, Newmont
Minahasa Raya, yang notabene merupakan perusahaan besar Amerika, ribut karena diminta
oleh pengadilan setempat untuk menutup usahanya dengan alasan Newmont tidak
mau membayar pajak atas batu buangan dari hasil penggalian di pertambangan.
Walaupun keputusan ini diperkuat oleh pengadilan propinsi, namun dibatalkan
oleh Mahkamah Agung (MA) akhirnya, Newmont bersedia membayar pajak antara
US$400-500 ribu setelah pemerintah daerah bersedia menarik tuntutannya. Hanya
pajak sebesar itu Newmont ngambek, padahal keuntungan yang diperolehnya dari
pengurasan sumber daya tambang di Sulawesi Utara jauh berlipat-lipat dari
kewajiban pajak yang masih dalam hitungan ratusan ribu dolar.
Kasus ExxonMobi1[8]
juga menarik untuk diperhatikan. Satu bulan saja
perusahaan raksasa ini tidak beroperasi, Indonesia bisa kehilangan devisa
sebesar Rp. l trilyun sebagai akibat ekspor LNG dari Arun ke jepang dan Korsel
LNG dari arun ke jepang dan
korsel terhenti Jadi rakyat
tidak bisa disalahkan begitu saja dengan
Exxon Mobil menutup perusahaannya tersebut.
Masalah keamanan sangat erat kaitannya dengan pembangunan
ekonomi dan sosial di wilayah tempat yang berkaitan dengan sentralisme
kekuasaan. Jika satu bulan ekspor Arun terhenti, maka negara bisa kehilangan
devisa sebesar Rp. 1 trilyun, dan kalau berjalan berapa rakyat aceh mendapat
saluran. Masyarakat aceh tidak bisa disalahkan begitu saja mereka sudah
terlalu lelah menunggu hasil-hasil pem-bangunan yang ternyata harus menanti
uluran tangan dari Jakarta.
Daerah dalam
peningkatan Pendapatan Ash daerah (PAD) artinya pemerintah daerah harus mampu
meberikan keseimbangan antara insentif kepada para investor dan pajak
/retribusi daerah yang bisa diperoleh dari mereka. Keseimbangan ini perlu
dijaga oleh daerah, mengingat saat ini setiap daerah berkompetisi menarik
perhatian para investor untuk menanamkan modalnya di wilayah mereka. Artinya,
daerah-daerah yang gagal memberikan keseimbangan tersebut, tentu para investor
akan berpikir untuk relokasi industri misalnya. Daerah harus mampu
mengantisipasi hal ini. Dalam era desentralisasi fiskal saat ini, insentif bisnis
tidak harus menunggu dari Jakarta. Daerah bisa memutuskannya sendiri dengan
memperhitungkan aspirasi masyarakat di dalamnya. Apalagi, neraca arus modal
dalam era desentralisasi mendatang memang cukup mengkhawatirkan.
Pakar ekonom Indef Draj ad H. Wibowol mengatakan,
terus menurunnya Penanaman Modal Asing (PMA) maupun Penanaman Modal Dalam
Negeri (PMDN) karena terganjal berbagai permasalahan, baik non ekonomi
maupun ekonomi. Berdasarkan beberapa survey, investasi Indonesia masih kalah
jauh dibandingkan dengan china, Vietnam, dan India. Faktor penyebabnya, antara
lain masalah transparansi dan good
governance.
Mengenai kinerja PMA, Drajat menilai positif, hanya
kenaikannya tidak terlalu signifikan. Investor asing belum berani all out
menanamkan modalnya di Indonesia karena masih banyaknya hambatan investasi,
seperti fiskal, birokrasi, dan penegakan hukum. Karena itu, walupun ada
kenaikan PMA, hal ini tidak lebih dari sekedar start menjelang tahun 2005.
Nilai persetujuan investasi yang dicatat BKPM sekarang itu realisasinya
kemungkinan dua tahun lagi.
Sebenamya
pelaksanaan otonomi daerah memberi banyak peluang bagi Pemerintah Daerah
untuk menarik investor asing ke daerah. Adapun langkah yang bisa dilakukan
adalah menciptakan kondisi yang tertib dan man, menjamin kepastian hukum, menyederhanakan
birokrasi prosedur perijinan, memberikan insentif bagi industri yang mampu
menyerap tenaga kerja, ramah lingkungan, yang mampu bermitra dengan industri
kecil, yang mampu mengembangkan ekspor komoditi dan sebagainya. Hal yang
penting untuk segera dilakukan adalah melakukan segala persiapan berkaitan
dengan penggalian dan pengindentifi kasian potensi daerah, menyusun rencana
dan strategi yang jelas sehingga tujuan dan sasaran pemerintah daerah untuk
meningkatkan penanaman modal di daerah secara maksimal dapat tercapai.
Selama ini
Indonesia dikenal memiliki potensi sumber daya alam yang melimpah, buruh yang cukup
bersaing, belum lagi jumlah penduduk yang cukup besar sebagai pangsa pasar. Dan
dengan upaya peningkatan sarana dan prasarana penunjang, melakukan efisiensi
dalam berbagai bidang, penegakan hukum dan pembrantasan KKN, peningkatan sumber
daya manusia. Selain itu perlu menciptakan prosedur yang sederhana, pemberian
insentif yang menarik, jaminan keamanan, stabilitas politik dan ekonomi serta
kepastian hukum bagi investor asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia.
Menghadapi
permasalahan pertentangan kepentingan antara investor dengan negara penerima
modal, serta menyangkut baik buruknya modal asing tersebut perlu kearifan
pemerintah. Hal tersebut menuntut ketegasan sikap pemerintah negara penerima
untuk menetapkan berbagai kebijakan dan pengaturan penanaman modal yang tidak
saja berpihak pada kepentingan nasional namun juga kepentingan investor.
Untuk hal
tersebut berarti pemerintah perlu menciptakan iklim usaha yang menarik, keadaan
sosial, ekonomi, politik yang stabil, kebijaksanaan peraturan perundang-undangan
harus jelas, memberikan kepastian hukum bagi penanam modal asing, kepastian
konsistensi antar ketentuan peraturan perundang-undangan, kepastian antara
ketentuan dan pelaksanaan hukumnya (law enforcement), serta memberikan
perlakuan yang tidak diskriminatif terhadap modal asing.
Kesimpulan
Berdasar pada uraian tersebut diatas, maka dapat
disimpulkan bahwa Penanaman modal tetap mempunyai peran yang penting dalam
suatu Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), karena suatu tuntutan untuk
menyelenggarakan pembangunan nasional. Perkembangan proyek penanaman modal
asing (PMA) dan penanaman modal
dalam negeri (PMDN) di Jawa Timur di Tahun 2000 s/d 2005 tidak menguntungkan
pemerintah setempat. Perkembangan proyek penanaman modal asing (PMA) dan
penanaman modal dalam negeri (PMDN) di 3awa Timur di Tahun 2000 s!d 2005 tidak
menguntungkan pemerintah setempat. Pengangguran tenaga kerja pada tahap yang mengkhawatirkan,
belum ditambah dengan peningkatan angkatan kerja yang batu terus meningkat
Daftar Pustaka
Amirisal., Hukum Bisnis Risalah
Dan Praktek, Penerbit Jembatan, Jakarta Tahun 1999;
Anoraga, Pandji., Perusahaan
Multi Nasional Penanaman Modal Asing, Penerbit Pustaka Jaya, Jakarta
Tahun 1995;
Dirdjosisworo, Soedjono., Hukum
Perusahaan Mengenai Pennaman Modal Di Indonesia, Penerbit CV Madar Maju
Bandung Tahun 1999;
Effendi, Elfian., Tuntutan Itu
Masih Menyala, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta, Tahun
2001;
Fabozzi, Frank J., Management
Investasi Buku Satu, Penerbit Salemba Empat, Simon selusees (Asia Pte etd.
Pretice Hall) Jakarta Tahun 1999;
Gautama, Sudargo., Abritrase
bank Dunia Tentang Penanaman Modal Di Indonesia, Penerbit Alumni Tahun
1994;
Hartono, Sunarjati., Beberapa
Masalah Transnasional Dalam Penanaman
Modal Asing Di Indonesia, Penerbit
Ganago Bandung Tahun 1972;
Himawan, Charles., The Foreign
Investment Process In Indonesia, Gunung Agung Singapore, Tahun 1980;
Sunny, Ismail, Rudioro Rockmat., Tinjauan
Dan Pembahasan Undang Undang Penanaman Modal Asing Dan Kredit Luar Negeri, Penerbit
Pradnya Paramita, Jakarta Tahun 1971;
Juhingan, ML., Ekonomi
Pembangunan Dan Perencanaan, Penerbit Raja Grafmdo Persada, Jakarta Tahun
2000;
Kaho, Josep Riwu., Prospek
Otonomi daerah Di Negera Republik Indonesia, Penerbit Raja Grafmdo,
Jakarta Tahun 1992;
Kartasapoetra G Dkk. Manajemen
Penanaman Modal Asing, PT. Bina Aksara, Jakarta, Tahun 1985;
Komarudin, Panji Anoraga., Perusahaan
Multi nasional Dan Penanaman Modal Asing, Penerbit Pustaka Jaya, Jakarta
Tahun 1995;
Oentoeng, Soerapati., Hukum
Investasi Asing, Salatiga, Penerbit Fakultas Hukum Universitas Kristen
Satyawacana, Tahun 1999;
Pandjaitan, Hulman., Hukum Dan
Penanaman Modal Asing, Penerbit Radar Jaya off set Jakarta Tahun 2003;
Rahmawati, Rosidah., Hukum
Penanaman Modal di Indonesia, Bayu Media Publishing, Malang, Tahun 2003;
Widjaja, Rai LG., Penanaman
Modal (Pedoman Prosedur Mendirikan Dan Menjalankan Perusahaan DalamRangka PMA
Dan PMDN), Penerbit Pradnya Paramita Jakarta Tahun 2000; Rajaguguk, Erman.,
Hukum Tentang Investasi Dan Pembangunan,
Fakultas Hukum Univesitas Indonesia, Jakarta Tahun 1994;
Richad Bross, Steward, In Co Chairman., Living The Foreig Direct
Invesment Regulation Varnon Munroe Ir Chairman White And Case, Penerbit
Practising Law Intute New York City;
Sitorus T., Penanaman Modal dan
Investasi, Penerbit Tarsito, Bandung, Tahun 1999;
Sumantoro., Bunga Rampai
Permasalahan Penanaman Modal Dan Pasar Modal, Penerbit Binaxipta, Bandung
Tahun 1984;
Sumantoro, Bunga Rampai
Permasalahan Penanaman Modal Dan Pasar Modal, Penerbit Binacipta, Bandung
1984;
Supancana, LB.R., Kebijakan Dan
Pengaturan Investasi Langsung Di Indonesia (Problema, Tantangan Dan Harapan),
Penerbit Pusat Kajian Regulasi (Center For Regulatory Research), Jakarta
Tahun 2002
Widjaja, Rai ICx, Penanaman Modal (Pedoman Prosedur Mendirikan Dan Menjalankan
Perusahaan Dalam Rangka PMA Dan PMDN), Penerbit Pradnya Paramita, Jakarta
Tahun 2000.
[1] Rosyidah Rakhmawati, Hukum Penanaman Modal di Indonesia,
Penerbit Bayumedia Publising Tahun 2003 H.8
[2] Pasal I Cartagena agreement sebagaimana dikutip oleh T
Mulya dalam Bu ku Hukum Dan Ekonomi, Pustaka
Sinar Harapan, Kemudian di kutif oleh IBR Supancana dalam Buku Kerangka Hukum
Kebijakan Investasi Langsung Di Indonesia, Tahun 2006 h.3
[4] Lihat Pasal 3 Peraturan
Presiden Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004
[5] Koran Jawa Pos, Selasa 15
Februari 2005
[6] Elfian Effendi, Tuntutan
Yang Masih Menyala, Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia, Tahun 2001 hal. 14
[7] Elfian Effendi, Tuntutan
Yang Masih Menyala, Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia, Tahun 2001 hal. 16 Ekonomi Universitas Indonesia, Tahun 2001
[8] Koran Kompas 23 Maret 2001
Sands Casino Resort | Play Slot Games at SG
BalasHapusSign up to the SG online casino site and play the best slots, table games 1xbet and more. Click on the link to claim 샌즈카지노 your welcome 메리트카지노 bonuses.